Kacang
tanah dapat dibudidayakan di lahan kering (tegalan) maupun di lahan
sawah setelah padi. Kacang tanah dapat ditanam pada tanah bertekstur
ringan maupun agak berat, yang penting tanah tersebut dapat mengatuskan
air sehingga tidak menggenang. Akan tetapi, tanah yang paling sesuai
adalah tanah yang bertekstur ringan, drainase baik, remah, dan gembur.
Di
tanah berat (lempung), bila terlalu becek, tanaman mati atau tidak
berpolong. Dalam kondisi kering, tanah lempung juga terlalu keras,
sehingga ginofor (calon polong) tidak dapat masuk dalam tanah,
perkembangan polong terhambat dan pada saat panen banyak polong
tertinggal dalam tanah. Pada tanah yang kandungan bahan organiknya
tinggi (>2%) polong yang dihasilkan berwarna kehitaman sehingga
menjadi kurang menarik.
Kacang
tanah masih dapat berproduksi dengan baik pada tanah yang berpH rendah
atau tinggi. Tetapi pada pH tanah tinggi (7,5–8,5) kacang tanah sering
mengalami klorosis, yakni daun-daun menguning. Apabila tidak diatasi,
polong menjadi hitam dan hasil menurun hingga 40%.
1. Varietas
- Gunakan
varietas unggul yang mempunyai potensi hasil tinggi, ukuran biji
seragam, sehat dan jelas asal usulnya. Biji kacang tanah yang baru
dipanen sangat baik untuk dijadikan benih.
- Pemilihan varietas sebaiknya memperhatikan kesesuaian lingkungan,
ketahanan terhadap hama/penyakit, dan kebutuhan pasar. Untuk keperluan
pasokan industri kacang garing, biasanya digunakan varietas berbiji dua.
Untuk keperluan lain bisa dipilih kacang tanah biji 3 atau 4 seperti
Kelinci, Singa, Turangga, dan Domba yang hasilnya lebih tinggi.
2. Penyiapan Lahan
- Tanah dibajak 2x sedalam 15–20 cm, lalu digaru, dan diratakan,
dibersihkan dari sisa tanaman dan gulma, dan dibuat bedengan selebar 3–4
meter.
- Antar bedengan dibuat saluran drainase dalam 30 cm dan lebar 20 cm
yang berfungsi sebagai saluran drainase pada saat becek, dan sebagai
saluran irigasi pada saat kering.
- Jika tanah sudah gembur, tidak perlu diolah sempurna, cukup
dilakukan penyemprotan herbisida untuk membersihkan gulma kemudian
dilakukan pengolahan tanah minimal (minimum tillage) sepanjang
barisan/alur yang akan ditanami.
3. Cara Tanam
- Penanaman secara baris tunggal dengan tugal atau alur bajak dengan
jarak tanam 35–40 cm x 10–15 cm, satu biji/lubang sehingga populasi
sekitar 250.000 tanaman per hektar. Kebutuhan benih antara 90–100 kg
biji/ha.
- Penanaman juga dapat dilakukan secara baris ganda (50 cm x 30 cm) x 15 cm, satu biji/lubang.
4. Pemupukan
- 50 kg Urea/ha atau 100 kg ZA/ha, diberikan bersamaan tanam atau saat
tanaman umur antara 7–15 hari. Pemupukan paling efisien dilakukan
secara larik atau tugal.
-
Bila kandungan P rendah (P-Bray I <12 ppm P), perlu diberikan
80–100 kg SP36/ha pada saat tanam. Bila sudah tinggi (>12 ppm) tidak
perlu dipupuk P.
-
Jika kandungan K tersedia dalam tanah kurang dari 0,3 me/100 g tanah, maka perlu dipupuk dengan KCl sebanyak 33–50 kg/ha (45% K2O) atau 25–38 kg KCl (60% K2O). Pupuk K dapat diberikan bersamaan tanam dengan cara disebar.
-
Pada tanah dengan kandungan Ca rendah (Ca-dd <1 me Ca/100 g
tanah), maka perlu diberi dolomit sebanyak 300–500 kg/ha bersamaan tanam
dengan cara disebar atau larikan pada fase pembentukan polong. Pada
tanah masam, pemberian dolomit sangat membantu pembentukan dan pengisian
polong.
-
Pada daerah yang endemik klorosis (gejala kuning) karena pH tanahnya
tinggi (>7,4) perlu ditambahkan bubuk belerang sebesar 300–400 kg/ha
dengan cara mencampur rata dengan tanah atau diberikan pada alur tanaman
sebelum tanam atau diberikan bersama pengolahan tanah. Bila tidak
tersedia bubuk belerang, bisa diganti dengan 2,5–5 ton/ha pupuk kandang.
-
Gejala kuning juga dapat diatasi dengan penyemprotan larutan yang mengandung 0,5–1% FeSO4, 0,1% asam sitrat, 3% ammonium sulfat (ZA), 0,2% Urea pada umur 30, 45, dan 60 hari untuk mempercepat pemulihan klorosis.
5. Pengendalian Hama dan Penyakit
-
Hama utama kacang tanah antara lain wereng kacang tanah (Empoasca
fasialin), penggerek daun (Stomopteryx subscevivella), ulat jengkal
(Plusia chalcites) dan ulat grayak (Prodenia litura). Hama tersebut
dapat dikendalikan dengan insektisida endosulfan, klorfirifos,
monokrotofos, metamidofos, diazinon, (seperti Thiodan, Dursban, Azodrin,
Tamaron, dan Basudin). Untuk pencegahan, pestisida dapat diaplikasikan
pada umur 25, 35, dan 45 hari.
- Penyakit utama kacang tanah antara lain layu bakteri (Pseudomonas
solanacearum), bercak daun (leafspot), penyakit karat (Puccinia
arachidis). Pengendalian dapat dilakukan dengan menanam varietas tahan
atau menggunakan fungisida benomil, mankozeb, bitertanol, karbendazim,
dan klorotalonil (seperti Benlate, Dithane M-45, Baycor, Delsane MX 200,
dan Daconil). Untuk pencegahan, fungisida tersebut dapat diaplikasikan
pada umur 35, 45, dan 60 hari.
6. Penyiangan dan Pembumbunan
-
Penyiangan gulma dilakukan sebelum tanaman berbunga. Setelah ginofor
masuk ke dalam tanah tidak boleh disiang karena menyebabkan kegagalan
pembentukan polong.
-
Pembumbunan dapat dilakukan bersamaan penyiangan I.
7. Pengairan
- Bila
tersedia pengairan, dilakukan pengairan pada periode kritis tanaman
yaitu pada periode pertumbuhan awal (umur hingga 15 hari), umur 25 hari
(awal berbunga), umur 50 hari (pembentukan dan pengisian polong), dan
umur 75 hari (pemasakan).
8. Panen dan Pascapanen
- Umur panen tergantung varietas dan musim tanam. Tanda-tanda tanaman
siap panen: kulit polong mengeras, berserat, bagian dalam berwarna
coklat, jika ditekan polong mudah pecah. Jika biji telah penuh, harus
segera dipanen, karena bila terlambat, biji dapat tumbuh di lapang.
- Setelah panen polong segera dirontokkan, dikeringkan hingga kadar
air 12% yang ditandai oleh mudah terkelupasnya kulit ari. Membiarkan
polong dalam kondisi basah lebih dari 24 jam menyebabkan polong
berlendir, mudah terinfeksi jamur Aspergillus flavus dan terkontaminasi
aflatoksin yang menyebabkan kacang menjadi pahit dan beraroma tengik.
Varietas Unggul Kacang Tanah
Jerapah (spanish)
|
|
Kancil (spanish)
|
Potensi hasil 4 t/ha polong kering |
|
|
Potensi hasil 3,5 t/ha polong kering |
|
Biji sedang (45–50 g/100 biji) |
|
Biji kecil (35–40 g/100 biji) |
Umur panen 90–95 hari |
|
Umur panen 90–95 hari |
Tahan layu, Toleran bercak dan karat daun |
|
Tahan layu bakteri, agak tahan bercak daun, karat daun, dan jamur A. flavus |
Toleran lahan masam |
|
Toleran klorosis daun |
|
|
|
|
|
|
|
|
Bison (spanish)
|
|
Tuban (spanish)
|
|
Potensi hasil 3,6 t/ha polong kering |
|
|
Potensi hasil 3,2 t/ha polong kering
|
|
Biji kecil (35–38 g/100 biji) |
|
Biji kecil (35–38 g/100 biji) |
Umur panen 90–95 hari |
|
Umur panen 90-95 hari |
Tahan karat daun, agak tahan bercak daun dan agak tahan jamur A. flavus; |
|
Tahan layu, agak peka penyakit daun |
Sesuai untuk tumpangsari |
|
Adaptasi dengan baik di lahan kering Alfisol |
Adaptif di lahan kering Alfisol alkalis |
|
Agak toleran kekeringan |
|
|
|
|
|
Turangga (valencia)
|
|
|
Domba (valencia)
|
|
Potensi hasil 3,6 t/ha polong kering |
|
|
Potensi hasil 4,2 t/ha polong kering |
|
Biji sedang (40–50 g/100 biji) |
|
Biji sedang (47–51 g/100 biji) |
Umur panen 100–110 hari |
|
Umur panen 90–95 hari; |
Tahan layu, agak tahan bercak daun |
|
Agak tahan bercak dan karat daun |
Agak tahan karat, dan A. flavus |
|
Agak tahan A. flavus; Toleran klorosis |
Toleran kekeringan |
|
Adaptif di lahan Alfisol alkalis |
Sesuai untuk tumpangsari |
|
|
|
|
|
|
|
KELINCI (valencia)
|
|
|
SINGA (valencia)
|
|
Potensi hasil 4,3 t/ha polong kering |
|
|
Potensi hasil 4,5 t/ha polong kering |
|
Biji sedang (45 g/100 biji) |
|
Biji kecil (35–40 g/100 biji) |
Umur panen 95 hari |
|
Umur panen 90–95 hari |
Agak tahan penyakit layu bakteri |
|
Toleran penyakit layu, tahan karat daun |
Tahan karat daun, Toleran bercak daun |
|
Agak tahan bercak daun |
|
|
Toleran kekeringan, adaptasi luas |
|
|
|
|
|
TALAM-1 (spanish)
|
|
|
Galur B2-218-MN-21 (spanish)
|
Potensi Hasil 3,2 t/ha polong kering |
|
|
Potensi Hasil 3,7 t/ha polong kering |
|
Biji sedang (50,3 g/100 biji) |
|
Biji kecil (36,4 g/100 biji) |
Umur panen 90–95 hari |
|
Umur panen 90–95 hari |
Toleran jamur A. flavus |
|
Tahan penyakit layu, toleran karat daun dan bercak daun |
Agak tahan penyakit layu, karat, dan bercak daun |
|
Toleran kekeringan |
Adaptif lahan kering masam |
|
Toleran lahan masam |
|
|
|
|
|
|
0 komentar:
Post a Comment